Menyusuri Sudut Berbeda Di Karimunjawa

Ada kalanya melihat rutinitas masyarakat setempat itu adalah hal yang menyenangkan. Aku pernah merasakan seperti itu ketika pulang ke Karimunjawa. Jika setiap orang beranggapan bahwa pantai Karimunjawa saja yang menarik untuk dieksplore, aku pasti menyanggahnya. Karimunjawa mempunyai banyak hal yang menarik dikupas. Salah satunya adalah kegiatan anak nelayan atau warganya yang melakukan rutinitas seperti biasa.

Roda-roda sepeda yang kunaiki menyusuri jalanan Desa Kemujan, Karimunjawa. Berbeda halnya dengan Karimunjawa yang sudah ramai oleh wisatawan, di Kemujan hanya ada sedikit wisatawan yang terlihat. Itupun mereka wisatawan yang menyempatkan diri mengelilingi Karimunjawa menggunakan sepeda motor.

Desa Kemujan lebih beragam rasanya, di sini kita dapat melihat jejeran rumah panggung. Rumah khas Suku Bugis yang masih bertahan. Rumah-rumah panggung ini tinggal sedikit, masyarakat di desa Kemujan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini lebih banyak membangun rumah tembok. Salah satu alasan yang membuat mereka seperti itu adalah bahan kayu yang digunakan jauh lebih mahal harganya.

Pemandangan rumah panggung berjejer banyak dapat kita temui di dusun Telaga – Batulawang. Di sana mayoritas ditempati suku Bugis. Sejak dulu setiap suku di Kemujan bersatu, rukun, walau terdapat keberagaman pada budaya. Titik terbanyak rumah panggung masih di sekitar perempatan Telaga, area dekat Majid Telaga, dan sepanjang jalan Batulawang.

Ketika aku bersepeda berkeliling desa Kemujan, khususnya Batulawang, berkali-kali aku bertemu dengan warga setempat. Walaupun aku juga warga sana, namun tidak sedikit mereka mengira jika aku adalah wisatawan. Untuk diketahui saja, Suku Bugis di Karimunjawa bisa berbahasa Jawa dan Bugis. Beruntunglah bahasa Bugisku tidak hilang, jadi kami bisa berinteraksi dengan lancar.

Berinteraksi dengan warga setempat

Aku berkesempatan melihat warga setempat sedang membuat kapal kayu di tepian pantai. Kapal kayu ini nantinya digunakan warga setempat untuk mencari ikan.

Kapal kayu berukuran tanggung dengan lebar 6 papan ini dibuat selama 3 bulan. Pengalaman para pembuat kapal harus diuji selama di sini. Mereka harus bisa membuat kapal sesuai dengan apa yang diminta oleh pemiliknya. Dengan seksama aku melihat detail pembuatan kapal, tiap papan dijadikan satu menggunakan Pasa (paku kayu terbuat dari kayu Ulin).

Nelayan di Karimunjawa pada umumnya jika mengerjakan pembuatan kapal rata-rata di dekat pantai. Hal ini nantinya akan mempermudah memindahkan kapal dari darat ke laut. Oya, proses memindahkan kapal dari darat ke laut nantinya dilakukan secara gotong royong. Aku pernah ikut mendorong kapal warga menuju pelabuhan terdekat beberapa tahun silam.

Pemandangan lain yang membuat kita semakin bisa menikmati Karimunjawa adalah rutinitas anak pantai. Di setiap dermaga/pelabuhan, mereka menyempatkan untuk mancing ikan. Tidak perlu senar panjang, cukup dengan sepanjang 3 meter, mereka bisa memancing ikan di tepian dermaga.

Seperti yang dilakukan oleh Hasan, salah satu anak nelayan yang meluangkan waktu sore untuk mancing ikan di pelabuhan. Dia mengatakan jika memancing ini hanyalah kegiatan untuk menghabiskan waktu sore sebelum bermain. Nyatanya, walau hanya di dermaga seperti ini dia bisa mendapatkan banyak ikan.

“Kalau digoreng enak loh kak,” Kata Hasan padaku.

Atau melihat bagaimana anak-anak kecil bermain sampan. Mereka memanfaatkan sampan yang ada di tepian pantai dan dinaiki menuju tengah. Sesampai di sana, mereka berenang sepuasnya. Dari hal-hal seperti ini, anak-anak pantai secara tidak langsung sudah menyerap banyak ilmu dan banyak pengalaman. Kita tidak pernah sadar, siapa tahu di antara mereka akan menjadi pelaut yang tangguh.

Karimunjawa memang terkenal dengan keindahan pantainya. Namun bukan berarti sudut-sudut lain dan kegiatan warganya tidak menarik untuk diabadikan. Harapan terbesarku adalah, nantinya Karimunjawa tidak hanya dikenal dengan wisata baharinya saja. Namun ke depannya dikenal dengan desa wisata yang mengandalkan budaya, kegiatan warga, kuliner, dan aktivitas anak-anak pantai. (Nasirullah Sitam)

Bagikan