LANGENDRIYAN

Langendriyan adalah Opera Asli Jawa. Sebuah tarian khas Jawa yang berakar di Pura Mangkunegaran Surakarta. Langendriyan berasal dari kata langen yang berarti hiburan, dan driya yang berarti hati. Jadi, Langendriyan bisa diartikan sebagai tarian hati. Langendriyan dipentaskan dengan memadukan seni tari, drama, musik, narasi, gerak dan ekspresi.

Langendriyan adalah kesenian Jawa yang berbentuk drama tari. Dibandingkan dengan wayang orang yang juga merupakan bentuk drama tari masih memiliki perbedaan. Perbedaannya terlihat dari bentuk dialog yang digunakan. Bentuk pementasan wayang orang umumnya menggunakan antawacana (percakapan biasa) dan kadang ada tembang, sedangkan langendriyan semua dialog menggunakan tembang macapat, artinya tokoh dalam cerita langendriyan sedangkan dalam dialog menggunakan tembang macapat, yang kadang-kadang di satu pupuh tembang. Dinyanyikan hanya oleh satu orang, namun terkadang juga dibawakan oleh lebih dari satu orang.

Salah satu ciri khas Langendriyan adalah tarian yang dibawakan tidak dilakukan sambil berdiri, tetapi juga dengan jongkok dan sesekali berlutut. Tak heran, pertunjukan Langendriyan harus memiliki stamina dan fisik yang sangat kuat untuk bisa mementaskannya. Gerak tari yang lembut namun atraktif membuat Langendriyan tidak mudah untuk dilakukan. Gerak-geriknya yang anggun dapat dengan cepat berubah menjadi atraktif, sedangkan alunan tembang terus mengalir dari mulut para penari saat mereka bergerak.

Langendriyan awalnya dibuat oleh R.T. Purwadiningrat di Keraton Yogyakarta, namun kemudian berkembang di Pura Mangkunegaran. Langendriyan versi Mangkunegaran konon berawal dari tradisi “ura-ura” atau nembang yang dilakukan oleh para pekerja batik di perusahaan batik milik seorang Belanda, Godlieb Kilian di kawasan Pasar Pon. Godlieb-lah yang pertama kali menggelar pertunjukan Langendriyan. Kemudian, oleh Raden Mas Haria Tandakusuma dibuat panggung Langendriyan Mandraswara pada masa pemerintahan KGPAA. Mangkunegara IV (1853-1881).

Bagikan