Berkunjung Ke Museum Radya Pustaka, Museum Tertua Di Indonesia

Tahukah Sobat Wisata? Ternyata, museum tertua di Indonesia terletak di Kota Surakarta. Museum ini dikenal dengan Museum Radya Pustaka yang letaknya sangat strategis di pusat Kota Solo, tepatnya Jl. Slamet Riyadi No. 275, Sriwedari.

Museum Radya Pustaka awalnya bernama Paheman Radyapustaka ini berdiri 28 Oktober 1890 pada masa Sinuhun PB IX. Pada mulanya didirikan oleh K.R.A Sosrodiningrat IV di Kepatihan Surakrta, lalu dipindah ke Loji Kadipolo yang dibeli oleh PB IX dari warga Belanda bernama Johannes Busselaar pada awal tahun 1913 dan resmi berganti nama menjadi Museum Radya Pustaka.

Jika menelisik sejarah awalnya, Radya Pustaka yang merupakam museum tertua di Indonesia ini bergerak dalam pengetahuan sastra dan budaya, tertama budaya Jawa dan pengembangan ilmu Jawa di Indonesia. Mengacu pada pustaka yang memiliki makna buku atau kitab, tujuan didirikannya Radya Pustaka adalah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk belajar dan membaca buku-buku baik berupa Serat Jawa maupun buku berbahasa Belanda.

Museum ini memiliki koleksi 400 buku jawa kuno yang merupakan naskah hasil tulisan tangan sebelum ditemukan mesin ketik. Naskah yang berisi kekayaan budaya jawa ini umumya menceritakan tentang tata kehidupan dan cara berpikir masyarakat dalam menjalani kehidupan. Sejumlah karya sastra Babad dan Serat yang tergolong sebagai masterpiece ini ditulis dalam aksara jawa, namun ada beberapa yang sudah dicetak melalui pengalihaksaraan latin. Selain itu juga terdapat ribuan eksemplar buku-buku lama berhuruf jawa namun dalam bentuk cetakan cap.

Selain serat tertua Yusuf yang ditulis tahun 1729, terdapat pula turunan serat Centhini  (amargi serat ingkang asli sumimpen ing Sanapustaka Kraton Surakarta). Meski hanya copy-an, naskah Centhini merupakan jantungnya Radya Pustaka. Satu koleksi yang bisa mewakili keindahan museum ini.

Ditulis dari seorang figuran bernama asli Tembangraras, Centhini sendiri merupakan abdi (pelayan) dari istri Syaikh Among Raga yang merupakan keturunan Sunan Giri. Serat Centhini yang ditulis oleh jurnalis Tembangraras tersebut terukir dalam bentuk tembang (puisi jawa) dengan kaca 3.500 dan terbagi dalam 12 jilid. Memuat semua unsur kebudayaan masyarakat mulai dari pemerintahan, geografis, hingga kegiatan sehari-hari . Dapat dikatakan sebagai ensiklopedia Jawa yang secara garis besar menceritakan kisah perjalanan putra-putri Sunan Giri yang berasal dari Gresik Jawa Timur. Ditulis pada tahun 1814-1823 atas inisiatif Adipati Anom Amangkunegara atau PB V.

Melalui Serat Centhini ini pula kita menyingkap tabir dari tempe. Tempe yang baru ditetapkan sebagai warisan budaya bangsa pada 2017 ini ternyata sudah muncul sejak abad ke 16 atau tahun 1600 an. Memahami tempe dari sisi filologi (Philos: teman atau cinta; Logos: kata, ilmu) kita menemukan istilah Tumpi dari bahasa Jawi Kuno yang bermakna sebuah makanan terbuat dari sagu namun menyerupai tempe. Terdapat pula penggambaran perjalanan Cebolang dari Purbalingga menuju Mataram yang membahas dhele (kedelai) dalam sebuah ritual atau acara.

Sebagai catatan, untuk membaca naskah harus melalui perizinan dari UPT Museum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta (@uptmuseum_surakarta).

Tidak hanya menyajikan manuskrip kuno, museum  ini juga memiliki beberapa koleksi seperti Canthik Rajamala yang merupakan bagian depan perahu dan perwujudan dari tokoh wayang Rajamala, ratusan koleksi wayang berbagai jenis, satu set gamelan slendro pelog peninggalan K.R.A Sosrodiningrat IV, pawukon/ petung (perhitungan) yang menggunakan sistem pertanggalan tradisional Jawa, arca batu yang memahatkan kecantikan Durga Mahesasura Mardhini, arca perunggu peninggalan masa Hindu Buddha abad ke-7, dan sajian perangkat makan keramik dari keraton Surakarta, Mangkunegaran, dan Eropa.

Tertarik mengunjungi museum sarat nilai sejarah ini ?

Museum Radya Pustaka buka setiap Selasa - Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB, kecuali Jumat pukul 09.00-11.00 WIB, Senin Libur. (Wiwin/ Kontributor)

 

Bagikan