Cantik ! Seni Lukis Payung Juwiring

Siapa yang setuju jika payung lukis adalah seni kriya paling segalanya saat musim hujan? Meskipun ribuan tahun yang lalu payung hanya difungsikan sebagai pelindung dari panas matahari namun dalam perkembangannya payung juga digunakan untuk menahan air hujan. Masih berkaca pada awal penemuannya, payung pernah menjadi simbol kedudukan yang tidak semua orang dapat mengenakannya, bahkan dalam sejarah dunia barat, payung mencerminkan status sosial seseorang.

Masih berbicara tentang payung, Juwiring yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Klaten terkenal akan kerajinan payung lukis. Potensi pada bidang kepariwisataan ini juga mengangkat citra Juwiring sebagai desa wisata yang mencoba menghidupkan kembali keberadaan seni kriya payung lukis yang sudah turun temurun ditekuni oleh masyarakat namun terhenti ketika krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998. Tiga desa yang produktif menghasilkan payung lukis tersebut adalah  Tanjung, Kenaiban, dan Kwarasan.

Tidak sesemarak beberapa tahun silam, sebab kini hanya tinggal beberapa perajin yang terbagai sebagai perajin payung hias dan perajin payung jenazah. Salah satu perajin yang masih eksis dan bertahan hingga kini adalah bapak Ngadi selaku pemilik kerajinan payung lukis Ngudi Rahayu di dukuh Gumantar, Tanjung, Juwiring. Sudah lebih dari dua dekade berkecimpung dalam kerajinan payung lukis dengan menggerakkan lebih dari 30 warga sekitar, namun juga tersendat akibat pandemi COVID-19 hingga berakhir pada pengurangan perajin. 

Menjadi wisata edukasi bagi kalangan siswa maupun mahasiswa, kerajinan payung lukis Ngudi Rahayu memberikan kesempatan kepada seluruh pengunjung yang ingin membeli atau sekedar belajar melihat proses pembuatan kerajinan yang mulai langka tergerus masa ini. Berikut adalah langkah-langkah dalam penyelesaian payung lukis.

 

Proses Kerangka Payung

Proses ini dimulai dengan pembuatan bungkul; yaitu bagian dari kerangka payung yang gunanya untuk menggabungkan sanggan (penyangga) dan sodo (kayu batangan menyerupai jeruji kecil, sebagian orang Jawa menyebutnya ruji) agar payung terbuka dengan sempurna. Alat yang dipergunakan membuat bungkul, yaitu, mesin bubut, gergaji dan uncek (besi lancip untuk melubangi bungkul). Dilanjutkan dengan proses membuat tangkai dan terakhir adalah pemasangan payung yang dimulai dari perakitan bungkul, sodo, sanggan yang dirakit menggunakan benang lawe dan benang nilon sehingga membentuk satu kesatuan.

Pemasangan Kain Payung

Setelah semua kerangka terpasang, tahap selanjutnya adalah mayu, dalam bahasa jawa mayoni dapat berarti memberikan atap sebagai peneduh, istilah ini hampir sama dengan pemasangan genteng pada proses pembuatan rumah. Mayu dalam kerajinan payung lukis adalah tahap menempelkan kain pada kerangka payung. Kain terlebih dahulu dipotong melingkar sesuai dengan diameter payung ditambah sedikit untuk merapikan kain. Tahap selanjutnya adalah mlipit yaitu sisa pada bagian ujung kain dilipat kedalam agar kelihatan rapi (merapikan kain). Untuk jenis kain atau bahan tertentu terdapat proses penjemuran agar rekat dan kering sempurna. Setelah tahap ini selesai dapat dilanjutkan pada proses finishing, mempercantik dengan cara diberikan hiasan atau dilukis menggunakan cat.

Sebagai orang awam yang mengedapankan gaya hidup praktis dan anti ribet, pernahkah kita bertanya, sebenarnya apa fungsi payung-payung geulis nan menarik mata ini? Banyak sekali! Terlepas dari fungsi utamanya sebagai pelindung panas dan hujan, payung-payung lukis yang tergolong sebagai payung hias ini dapat digunakan sebagai dekorasi (restaurant, tempat wisata, hotel, dan kantor), piranti upacara adat, perlengkapan tari, souvenir dan sebagai aksesoris atau pemanis ruangan.

Payung susun satu bisaanya digunakan untuk upacara adat manten, payung temu  dan khitanan lalu payung susun 2 digunakan untuk hiasan kanan kiri pada acara tertentu seperti mantenan. Susun 5 digunakan untuk ketatanegaraan jaman dahulu (menyibolkan pancasila) dan payung susun 9 untuk Keraton saat upacara tertentu.

Apapun motif yang mendasari, sebagai hiasan maupun fungsional untuk payungan (melindungi panas dan hujan), yang jelas Juwiring membuka pintu lebar-lebar untuk dikenali lebih dalam. Masih serupa, namun ada beberapa ciri pembeda dengan daerah tertentu. Umumnya (jika tidak dibuat sesuai kehendak pemesan) perbedaan terletak pada bentuk rangka. Ujung kerangka payung Tasikmalaya mempunyai ujung lurus, Bali mempunyai ujung lengkung dan Klaten mempunyai ujung setengah lengkung. Selamat berkelana di bumi Roro Jonggrang sembari payungan! (Wiwin/ Kontributor)

Bagikan